BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank Islam atau di Indonesia disebut bank
syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme
ekonomi di sektor rill melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli,
atau lainnya) berdasarkan prinsif syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau kegiatan
pembiayan usaha, atau kegiatan lainya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai
syariah yang bersifat makro maupun mikro (Ascarya, 2006). Bank syariah sampai saat ini perkembanganya sangat
statistik, ini dibuktikan dengan bermunculan, khususnya di Indonesia adanya
sistem keuangan campuran, yaitu berdampingannya bank konvensional dan bank
syariah seperti bank syariah Mandiri, bank Mega syariah, bank Rakyat Indonesia
syariah, bank Nasional Indonesial syariah, dan lain sebagainya.
Perkembangan perbankan syariah tersebut
disebabkan oleh adanya peraturan dual
banking system (system perbankan ganda).
Dengan peratuaran yang dikeluarkan bank
Indonesia (BI) ini, maka semakin banyak pula bank konvesional mendirikan
bank syariah. Meski demikian Dewan Pengawas
Syariah (DPS) harus profesional dalam pengawasan duall banking system tersebut, ini dimaksudkan agar bank yang bukan
bank syariah (bank konvesional) membuka atau mendirikan bank syariah bukan
hanya kepentingan bisnis semata yang hanya mensyaratkan label saja yaitu syriah,
tetapi mesti yang dikedepankan operasional standar syariah. Tujuaanya agar
menciptakan suatu moralitas dan spiritualitas kolektif, yang apabila
digabungkan dengan produksi barang dan jasa maka akan menopang kemajuan dan
pertumbuhan jalan hidup yang islami (Alqqoud dan Levis, 2003:238)
Bank syariah lahir dengan konsep dan filosofi yang berbeda dengan pasar
keuangan konvesional. Bank syariah lahir dengan konsep dan filosofi interest free, yaitu pelarangan bunga
yang dikategorikan sebagai ribba. Hal
tersebut dipertegas allah SWT dalam al-Quran. “.. dan allah telah menghallalkan
jual beli dan mengharamkan ribba…” (QS. Al-Baqarah: 275)
Sesuai labelnya, bank syariah adalah
institusi keuangan berbasis syariah Islam. Bank syariah sebagai investasi yang
berperan aktif dalam sektor mikro dan makro. Dilihat dari dua sisi kacamata tersebut
bank syariah menjadi institusi pengembang investasi yang telah sesuai dengan
landasan al- Quran dan al-Sunnah. Secara umum pelafalan bank syariah memang
tidak jauh berbeda dengan bank konvesional pada umumnya, yaitu terletak pada
pendanaan, pembiayaan, maupun dalam produk lainya. Namun dilihat secara agama rahmatanlilalamiin (Islam) jelas sangat
berbeda, dimana bank syariah mendahulukan sesuatu yang di haramkan (dilarang)
seperti ribba, gharrar dan maasyir. Bank syariah menjadi ladang
investasi dunia dan akhirat, selain memupuk kesenjangan sejahtaera di dunia,
bank syariah membantu menjalankan ekonomi yang diridhoi allah SWT.
Sampai saat ini, bank syariah hampir menjadi
tolak ukur dan perbandingan yang diperhitungkan di ekonomi dunia. Sampai saat
ini pula belum ada bank yang terdeteksi bank syariah yang terliquidasi, bahkan 55
Negara yang dengan mayoritas agamanya non-muslim beralih operasi menjadi
lembaga keuangan syariah, seperti Negara: Australia, Bahama, Kanada, kepulauan
cayman, Denmark, Guerensey, jersey, Irlandia, Luxemburg, Swiss, Inggris,
Amerika Serikat, serta Kepulauan Virginia (Levis dan Algaoud, 2006)
Dari semua akad tersebut adanya risiko (risk) yang akan dihadapi bank, risk dapat dihadapi dengan baik apabila manajemen pengendalian risiko berjalan dengan
baik, bahkan dapat meningkatakan daya saing bank, sebagaimana Rivai, dkk(2007)
Dalam bukunya yang dapat memberikan manfaat baik untuk otoritas pengawasan
bank. Penerapan manajemen risiko dapat
meningkatakan shareholder value,
memberikan gambaran kepada pengelola bank mengenai kerugian bank di masa mendatang.
Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial yang dapat
diperkirakan (anticipated) maupun
yang tidak dapat di perkirakan (unnticipated) yang dapat mengakibatkan sisi
negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Namun risiko yang tidak
diinginkan dapat diidentifikasi dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko
yang sudah ada. Risiko-risiko perbankan pada
umumnya dibandingkan dengan bank syariah, mengacu pada Bab II pasal 4 butir 1
PBI No. 5/8/PBI2003 (http//www.bi.go.id, 2010) adalah:
a. Risiko
Kredit (credit Risk)
b. Risiko
Pasar (market Risk)
c. Risiko
Liquiditas (liquidity Risk)
d. Risiko
Operasional (Operational Risk)
e. Risiko
Hukum
f.
Risiko Reputasi
g. Risiko
Strategic
h. Resiko
Kepatuhan
Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari
melainkan dapat dikelola dan diatur sebagaimana mestinya. Oleh karenanya,
sebagaimana lembaga perbankan pada umumnya, bank syariah memerlukan serangkaian
prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha, yang
disebut sebagai manajemen risiko. Semua jenis risiko-risiko yang sudah
diterakan di atas dapat dibedakan menjadi dua (2) kelompok besar, yaitu (1)
risiko sistematis (systematic risk),
yaitu risiko yang disebabkan oleh adanya kondisi atau situasi tertentu yang
bersifat makro, seperti perubahan situasi perubahan politik, perubahan
kebijakan ekonomi pemerintah, perubahan situasi pasar, situasi krisis atau resesi,
dan sebagainya yang berdampak pada kondisi ekonomi secara umum; dan (2) risiko
tidak sistematis (unsystematic risk),
yaitu risiko yang unik, yang melekat pada suatu perusahaan atau bisnis
tertentu. (Antonio; 2001)
Bank adalah suatu lembaga yang bertugas
untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkanya kembali kepada
masyarakat dalam bentuk pembiayaan pada bank syariah maupun bentuk kredit pada
bank konvesional atau (financial
intermediary). Baik bank konvensional maupun bank syariah Pada umumnya
memiliki semua jenis risiko yang sama, risiko yang mungkin terjadi dapat
menimbulkan kerugian bagi bank jika tidak dideteksi dan dikelola sebagaimana
mestinya.
Begitupula tehadap perbankan syariah
yang dapat menghadapi risiko-risiko tersebut terkecuali risiko tingkat bunga,
karena perbankan islam tidak berurusan dengan bunga. Sebagai lembaga financial intermediary, bank syariah
memiliki prinsip kehati-hatian (prudential
banking principle), ini dimaksudkan agar bank menjadi lembaga keuangan yang
mampu menjaga kepercayaan masyarakat. Prinsip kehati-hatian dalam perbankan syariah maupun bank konvensional
adalah manajemen risiko. Semua jenis risiko dalam lembaga perbankan telah
ditetapkan dan diklasifikasikan oleh Bank Indonesia.
Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari
masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito adalah
menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Kegiatan penyaluran dana dikenal juga dengan istilah alokasi dana atau yang
lebih akrab diketahui kredit untuk perbankan konvensional dan pembiayaan untuk
perbankan syariah. (Kasmir; 2008). Banhkan sebagian besar bank mengandalkan
pendapatan utamanya perkreditan (Rivai,et al, 2007). Penyerahan hak atas dana
dari kreditor (pemilik dana) kepada debitur (yang membutuhkan dana) dengan
konsep perjanjian (akad) dalam produk-produk bank membayar dari debitur
kepada kreditor sesuai nisbah dan waktu
yang disepakati.
Menurut undang-undang perbankan nomor 10 Tahun 1998.
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka
waktu dengan pemberian bunga. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Menurut Karim. (2010), yang menjadi
letak perbedaan antara pembiayaan dan kredit adalah keuntungan yang diharapkan.
Bagi bank konvensional, keuntungan diperoleh melalui bunga sedangkan bagi bank
syariah berupa imbalan atau bagi hasil.
Risiko yang di hadapi
bank pada pembiayaan(kredit/angsuran) untuk bank dapat dilihat dari sisi-sisi
negatif dan positifnya. Untuk bank, sisi negatif yang muncul dari kredit adalah
disaat accunt officer (salah satu
staf yang menganalisa perusahaan dan kemampuan daya saing guna kelayakan
persetujuan bantuan dana dari bank) lemah dalam menganalisa calon debitur/nasabah,
dimana nasabah belum layak untuk mendapatkan dana disepakati untuk didanai,
sehingga debitur/nasabah tersebut melakukan wannprestasi
yang mengakibatkan daya angsur menjadi lemah, yang kemudian dapat dikatakan
nasabah bermasalah/ kredit bermasalah, atau risiko kredit lainya, akibat kemampuan
debitur lemah dalam mengangsur disebabkan faktor bencana alam. Dalam bank
syariah jika memang murni bukan
kelalaian atau nasabah yang tidak berkompeten mengalami kredit beramasalah, maka
pihak bank/kreditor dengan nasabah/debitur sama-sama menanggung kerugian.
Risiko
pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty
dalam memenuhi kewajibanya (Karim. 2010). Sedangkan Kredit bermasalah (credit risk) adalah debitur yang
mengalami kesusahan, kesulitan atau kelemahan atas pembayaran
kewajiban-kewajiban yang menjadi beban debitur kepada kreditor. Berikut
beberapa penggolongan nasabah bermasalah adalah:
1.
Itikad nasabah
Penilaian
kemauan/keinginan nasabah untuk bertanggungjawab atas kewajibannya dengan cara
bernegosiasi dan mengambil langkah rencana restrukturisasi perusahaan kepada
bank.
2.
Prospek usaha nasabah
Perusahaan nasabah masih berpotensi
menghasilkan (net cash Flow) postif,
dimana daya saing masih memungkinkan berkembang.
3. Sudah sama sekali tidak berprospek positif
Setelah
diidentifikasi dan dievaluasi bahwa sudah tidak adanya harapan lagi untuk
bekerjasama maka Debitur akan diarahkan kepada penjualan agunan/ kekayaan
perusahaan guna melunasi semua yang menjadi tangungjawabnya.
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan mengenai gambaran tentang bank dan risiko kredit (credit risk) yang ada dalam operasional
bank syariah, maka akan dilakukan kajian mendalam tentang “Manejemen
Pembiayaan Bermasalah dan Penyelesaiannya Terhadap Produk Mudarabah Di Bank PT.
Bank Rakyat Indonesia, Tbk.
B. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang dan uraian
di atas, maka permasalahan yang di teliti dapat diidentifikasikan sebagai
berikut:
1. Bagaimana
PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) syariah, Tbk melakukan manajemen pembiayaan
bermasalah terhadap produk muudarabah ?
2. Bagaimana
cara penyelesaian PT. BRI Syariah, Tbk dalam menhghadapi risiko pembiyayaan
bermasalah terhadap produk mudarabah ?
3. Apakah
manjemen pembiayaan bermasalah terhadap produk mudarabah yang dilakukan PT. BRI Syariah, Tbk sudah sesuai dengan
ketentuan syariah?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui
PT. BRI Syariah, Tbk telah melakukan manajemen pembiayaan bermasalah dari
produk mudarabah.
2. Mengkaji
risiko kredit dan penyelesaianya PT. BRI Syariah dalam menghadapi pembiayaan
bermasalah
3. Mengkaji
peran manajemen pembiayaan pada produk mudarabah yang dilakukan PT. BRI
Syariah, Tbk diluar ketentuan syariah.
E. kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan
menjadi acuan atau tolak ukur pada yang berkepentingan seperti:
1. Bagi
penulis sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana dengan mengetahui
mekanisme manajemen pembiayaan bermasalah dan penyelesayanya terhaadap produk
mudarabah di PT. BRI. Tbk syariah
2. Bagi
intitusi bank syariah menjadi acuan mekanisme mekanisme manajemen pembiayaan
bermasalah dan penyelesayanya terhaadap produk mudarabah di PT. BRI. Tbk
syariah
3.
Bagi
para pengembang dunia pengetahuan. Penelitian ini mampu dibandingkan dengan
penelitian lain, yang bentuk masalahnya
menyrupai. Sehingga kesalahan atau masukan-masukan lain dapat disempurnakan
kembali
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen
Pembiayaan
1.
Pengertian
Pada
dasarnya manajemen yang banyak didefinisikan oleh para ahli seperti Fayol,
Terry, Taylor, dll, adalah berbeda. Namun pada intinya banyak para ahli
mengemukakan manajemen adalah suatu ilmu dan seni yang didalamnya mengandung
unsur-unsur pengarahan, pengorganisasian, perencanaan, pengkordinasian dan
pengawasan seluruh sumber daya manusia yang telibat didalamya dengan adanya
bantuan alat-alat sehingga dapat mencapai suatau tujuan yang diinginkan.
Pembiayaan
dan kredit dilihat jenisnya hampir menyerupai namun, istilah kredit biasa
digunakan pada bank konvensional sedangkan pada bank syariah menggunakan
istilah pembiayaan. Pembiayaan dan kredit memiliki letak kesamaan yaitu
pemberian kepercayaan untuk mendanai nasabah (mudharib). Pundemikian pada Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun
1998 mengartikan kredit dan pembiayaan adalah: “Kredit adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan
uang atau tagiah tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau
bagi hasil”. (Kasmir. 2008). Demikian pula (Dendawijaya. 2009) menyebutkan
pengertian pebiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembangkan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.
Pembiayaan
dan kredit adalah salah satu yang menjadi pembeda atau pemisah antara bank
konvesional dan bank syariah. Pada pola yang diterapkan konvesional adalah
adanya sistem bunga dan bagi hasil & nonbagi hasil pada pola bank syariah.
Pembiayaan maupun kredit adalah salah satu hal yang paling utama dalam
penyaluran dana untuk nasabah. Begitupun Rivai (2007) mengatakan bahwa, bank
syariah merupakan bank yang lebih menekankan pada prinsif bagi hasil yang
merupakan landasan utama dalam setiap operasinya, baik dalam pengerahan dananya
maupun dalam penyaluran dananya (dalam perbankan syariah, penyaluran dana biasa
disebut dengan pembiayaan). Oleh karnanya, jenis-jenis penghimpun dana dan
pemberian pembiayaan pada bank syariah utamanya juga menggunakan bagi hasil.
Selain bagi hasil bank sysariah pun memiliki alaternatif penghimpun dan
penyaluran dana dengan pemberian pembiayaan non bagi hasil.
Pembiayaan
dalam perbankan syariah menurut al-harran (1999) dapat dibagi tiga.
1. Return bearing financing, yaitu bentuk
pembiayaan secara komersil menguntungkan, ketika pemilik modal mau menanggung
risiko kerugian dan nasabah juga memberikan keuntungan.
2. Return free financing,yaitu bentuk
pembiayaan yang tida untuk mencari keuntungan yang lebih ditunjukan kepada orang
yang membutuhkan (poor), sehingga
tidak ada keuntungan yang dapat diberikan.
3. Charity financing,yaitu bentuk
pembiayaan yang memang diberikan kepada
orang miskin dan membutuhkan, sehingga tidak ada klaim terhadap poko atau
keuntungan. (Ascarya. 2006)
Bank syariah tidak meminjamkan uang
pada sejumlah nasabah, tetapi membiayai proyek keperluan nasabah. Dalam hal ini
bank sebagai intermediasi uang tanpa meminjamkan uang dan membungakan uang
tersebut, sebagai gantinya, pembiayaan usaha nasabah tersebut dapat dilakukan
dengan cara membelikan barang yang dibutuhkan nasabah, lalu bank menjual
kembali kepada nasabah, atau dapat pula dengan cara bank mengikutsertakan modal
dalam usaha nasabah. (Rivai, 2007)
sedangkan
menurut Arifin (2002) kegiatan pembiayaan (financing)
merupakan salah satu tugas poko bank, yaitu memberika fasilitas penyediaan dana
untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit, yang menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat
dibagi dalam:
-
Memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis
dipakai untuk memenuhi kebutuhan; dan
-
Produksi dalam arti luas yaitu untuk peningkatan
usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
Menurut
keperluanya, pembiayaan produktif dapat dibagi dalam:
-
Pembiayaan modal kerja, yaitu diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan (1) Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu
jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yang meningkatkan kualitaas
atau mutu hasil produksi; dan (2) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
-
Pembiayaan investasi , yaitu untuk memenuhi
kebutuhan barang-barang modal (capital
goods) beserta fasilitas-fasilitas yang erat dengan itu.
Pembiayaan
bagi hasil dan nonbagi hasil dalam perbankan syariah terdapat dalam dua jenis yaitu
produk penyaluran dana (financing) dan Produk penghimpun dana (funding), pada perbankan syariah pula
terdapat produk jasa (service).
Secara garis besar (Karim. 2010) menuliskan bahwa dalam menyalurkan dana pihak
bank syariah kepada nasabah, produk pembiayaan
dibagi kedalam empat kategori yang berdasarkan penggunaanya, yaitu:
1.
Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
2.
Pembiayaan dengan prinsip sewa
3.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4.
Pembiayaan dengan akad pelengkap
Ascarya
(2006) menyimpulkan bahwa produk pembiayaan bank syariah menggunakan empat pola
yang berbeda.
1.
Pola bagi hasil, untuk investement financing
-
Musyarakah
-
Mudharabah
2.
Poal jual beli, untuk trade financing
-
Murabahah
-
Salam
-
Isthisna
3.
Pola sewa, untuk trade financing
-
Ijarah
-
Ijarah
muntahiyah bittamlik
4.
Pola pinjaman, untuk dan talangan
-
Qardh
Dari sekian banyak produk pembiayaan
bank syariah, tiga produk pembiayaan utama yang mendominasi portofolio
pembiayaan bank syariah adalah pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi dan
pembiayaan aneka barang dan proferti. Akad-akad yang digunakan dalam aplikasi
pembiayaan tesebut sangat bervariasi dari pola bagi hasil (mudahrabah, musyarakah, dan musyarakah mutanaqisah), pola jual beli
(murabahah, salam, istishna), ataupun
pola sewa (ijarah dan ijarah muntahiya
bittamlik). (Ascarya, 2006)
Produk-produk bank syariah muncul
karena didasari operasionalisasi fungsi bank syariah (Baraba, 2000). Dalam
menjalankan operasionalnya bank sayariah memiliki empat fungsi sebagai berikut:
a.
Sebagai penerima amanah untuk melakukan
investasi dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan
atas dasar prinsif bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank.
b.
sebagai pengelola investasi atas dana yang
dimiliki pemilik dana (shaibul mal)
sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana.
c.
Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan
jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan
Sebagai penelola fungsi sosial (Ascarya, 2006)
2. Pola Manajemen Bank Syariah
Sistem
keuangan Islam yang bebas dari prinsp bunga diharapkan mampu menjadi alternatif
terbaik dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penghapusan prinsip bunga ini
memilki dampak makro cukup signifikan, karna bukan hanya prinsip investasi langsung
saja yang bebas dari bunga, namun prinsip investasi tak lansung juga harus
bebas dari bunga. Perbankan, sebagai lembaga keuangan utama dalam prantara
keuangan (financial intermediary),
namun juga sebagai industri penyedia jasa keuangan, (financial indusry) dan instrumen kebijakan yang utama. (Sudarsono,
2008). Pundemikian (Murdiyaningsih. Dkk, 2006) bahwasanya salah satu dari visi
bank islam umumnya adalah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin
melakukan investasi dengan sistem bagi hasil secara prinsip syariah. Memenuhi
rasa keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas
adalah misi utama perbankan Islam.
manajemen
yang kita kenal sekarang ini adalah manajemen Barat yang individualistis dan
kapitalis. Kepentingan bersama menjadi ditangguhkan dari pada kepentingan diri
sendiri, hal ini disebabkan karena mereka yang meninggalkan nilai-nilai
religius yang berdasarkan hubungan tanggung jawab antara manusia dan Tuhanya,
baik mengenai suruhan ma’ruf dan
pencegahan yang munkar semata-mata
ditujukan untuk memenuhi kebutuhanya. Semua dasar dan tujuan manajemen haruslah
terintegrasi, konsisten dan saling menunjang satu sama lain dan harus pada
proses perencanan yang baik.(Arifin, 2009) Allah berfiraman:
„wahai orang-orang beriman, bertaqwalah
kepada allah dan rencanakanlah masa depan mu. Dan bertaqwalah kepada
allah, sesungguhnya allah maha tahu atas
apa-apa yang kalian perbuat“ (QS 59:18)
Manajemen yang dilakukan bank Islam,
(Karim, 2004) antara lain:
1) Proses transaksi pembiayaan. Pola
manajemen bank Islam dalam proses ini setidaknya dapat terlihat dalam tiga
aspek, yaitu terjadinya proses manajemen transaksi pembiayaan syariah, proses
manajemen transaksi bagi hasil dana pihak ketiga dan proses manajemen transaksi
produk.
2) Proses manajemen. Pola manajemen
bank syariah dalam proses manajemen terlihat pada sistem dan prosedur
operasional akutansi dan Chart of Account
(CoA), sistem prosedur operaasional teknologi informasi, sistem dan
operasional tutup buku, serta sistem dan prosedur operasional pengembangan
produk
3) Sumber daya manusia (SDM). Pola
keunikan bank Islam dalam SDM terlihat dalam spesifikasi kapabililtas yang
tidak hanya mencakup dalam bidang perbankan secara umum, tetapi juga meliputi
aspek-aspek syariah.
4) Teknologi. Keunikan bank Islam dalam
bidang teknologi telihat pada Buisnies
Requeriment Specification (BRS) dana pihak ketiga.
5) Lingkungan eksternal. Pola bank
syariah dalam hal ini terlihat pada keberadaan dual regulatory body, yaitu bank Indonesia dan Dewan Syariah
Nasional (DSN).
6) Kerusakan. Pola yang unik yang dapat
terlihat dalam hal ini misalnya terjadi kerusakan pada obyek ijarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar