Sabtu, 07 Juli 2012

kajian manajemen pembiayaan bermasalah pada produk mudarabah di bankxxx



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
       Bank Islam atau di Indonesia disebut bank syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor rill melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan prinsif syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau kegiatan pembiayan usaha, atau kegiatan lainya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah yang bersifat makro maupun mikro (Ascarya, 2006). Bank  syariah sampai saat ini perkembanganya sangat statistik, ini dibuktikan dengan bermunculan, khususnya di Indonesia adanya sistem keuangan campuran, yaitu berdampingannya bank konvensional dan bank syariah seperti bank syariah Mandiri, bank Mega syariah, bank Rakyat Indonesia syariah, bank Nasional Indonesial syariah, dan lain sebagainya.
Perkembangan perbankan syariah tersebut disebabkan oleh adanya peraturan dual banking system (system perbankan ganda). Dengan peratuaran yang dikeluarkan bank  Indonesia (BI) ini, maka semakin banyak pula bank konvesional mendirikan bank syariah.  Meski demikian Dewan Pengawas Syariah (DPS) harus profesional dalam pengawasan duall banking system tersebut, ini dimaksudkan agar bank yang bukan bank syariah (bank konvesional) membuka atau mendirikan bank syariah bukan hanya kepentingan bisnis semata yang hanya mensyaratkan label saja yaitu syriah, tetapi mesti yang dikedepankan operasional standar syariah. Tujuaanya agar menciptakan suatu moralitas dan spiritualitas kolektif, yang apabila digabungkan dengan produksi barang dan jasa maka akan menopang kemajuan dan pertumbuhan jalan hidup yang islami (Alqqoud dan Levis, 2003:238)
       Bank syariah lahir dengan konsep dan filosofi yang berbeda dengan pasar keuangan konvesional. Bank syariah lahir dengan konsep dan filosofi interest free, yaitu pelarangan bunga yang dikategorikan sebagai ribba. Hal tersebut dipertegas allah SWT dalam al-Quran. “.. dan allah telah menghallalkan jual beli dan mengharamkan ribba…” (QS. Al-Baqarah: 275)
       Sesuai labelnya, bank syariah adalah institusi keuangan berbasis syariah Islam. Bank syariah sebagai investasi yang berperan aktif dalam sektor mikro dan makro. Dilihat dari dua sisi kacamata tersebut bank syariah menjadi institusi pengembang investasi yang telah sesuai dengan landasan al- Quran dan al-Sunnah. Secara umum pelafalan bank syariah memang tidak jauh berbeda dengan bank konvesional pada umumnya, yaitu terletak pada pendanaan, pembiayaan, maupun dalam produk lainya. Namun dilihat secara agama rahmatanlilalamiin (Islam) jelas sangat berbeda, dimana bank syariah mendahulukan sesuatu yang di haramkan (dilarang) seperti ribba, gharrar dan maasyir. Bank syariah menjadi ladang investasi dunia dan akhirat, selain memupuk kesenjangan sejahtaera di dunia, bank syariah membantu menjalankan ekonomi yang diridhoi allah SWT.
       Sampai saat ini, bank syariah hampir menjadi tolak ukur dan perbandingan yang diperhitungkan di ekonomi dunia. Sampai saat ini pula belum ada bank yang terdeteksi bank syariah yang terliquidasi, bahkan 55 Negara yang dengan mayoritas agamanya non-muslim beralih operasi menjadi lembaga keuangan syariah, seperti Negara: Australia, Bahama, Kanada, kepulauan cayman, Denmark, Guerensey, jersey, Irlandia, Luxemburg, Swiss, Inggris, Amerika Serikat, serta Kepulauan Virginia (Levis dan Algaoud, 2006)
Dari semua akad tersebut adanya risiko (risk) yang akan dihadapi bank, risk dapat dihadapi dengan baik  apabila  manajemen pengendalian risiko berjalan dengan baik, bahkan dapat meningkatakan daya saing bank, sebagaimana Rivai, dkk(2007) Dalam bukunya yang dapat memberikan manfaat baik untuk otoritas pengawasan bank. Penerapan manajemen risiko dapat meningkatakan shareholder value, memberikan gambaran kepada pengelola bank mengenai kerugian bank di masa mendatang. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat di perkirakan (unnticipated) yang dapat mengakibatkan sisi negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Namun risiko yang tidak diinginkan dapat diidentifikasi dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada. Risiko-risiko perbankan pada umumnya dibandingkan dengan bank syariah, mengacu pada Bab II pasal 4 butir 1 PBI No. 5/8/PBI2003 (http//www.bi.go.id, 2010) adalah:
a.      Risiko Kredit (credit Risk)
b.      Risiko Pasar (market Risk)
c.       Risiko Liquiditas (liquidity Risk)
d.      Risiko Operasional (Operational Risk)
e.      Risiko Hukum
f.        Risiko Reputasi
g.      Risiko Strategic
h.      Resiko Kepatuhan
Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari melainkan dapat dikelola dan diatur sebagaimana mestinya. Oleh karenanya, sebagaimana lembaga perbankan pada umumnya, bank syariah memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha, yang disebut sebagai manajemen risiko. Semua jenis risiko-risiko yang sudah diterakan di atas dapat dibedakan menjadi dua (2) kelompok besar, yaitu (1) risiko sistematis (systematic risk), yaitu risiko yang disebabkan oleh adanya kondisi atau situasi tertentu yang bersifat makro, seperti perubahan situasi perubahan politik, perubahan kebijakan ekonomi pemerintah, perubahan situasi pasar, situasi krisis atau resesi, dan sebagainya yang berdampak pada kondisi ekonomi secara umum; dan (2) risiko tidak sistematis (unsystematic risk), yaitu risiko yang unik, yang melekat pada suatu perusahaan atau bisnis tertentu. (Antonio; 2001)
Bank adalah suatu lembaga yang bertugas untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkanya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan pada bank syariah maupun bentuk kredit pada bank konvesional atau (financial intermediary). Baik bank konvensional maupun bank syariah Pada umumnya memiliki semua jenis risiko yang sama, risiko yang mungkin terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi bank jika tidak dideteksi dan dikelola sebagaimana mestinya.
Begitupula tehadap perbankan syariah yang dapat menghadapi risiko-risiko tersebut terkecuali risiko tingkat bunga, karena perbankan islam tidak berurusan dengan bunga. Sebagai lembaga financial intermediary, bank syariah memiliki prinsip kehati-hatian (prudential banking principle), ini dimaksudkan agar bank menjadi lembaga keuangan yang mampu menjaga kepercayaan masyarakat. Prinsip kehati-hatian dalam perbankan syariah maupun bank konvensional adalah manajemen risiko. Semua jenis risiko dalam lembaga perbankan telah ditetapkan dan diklasifikasikan oleh Bank Indonesia.
Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito adalah menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya. Kegiatan penyaluran dana dikenal juga dengan istilah alokasi dana atau yang lebih akrab diketahui kredit untuk perbankan konvensional dan pembiayaan untuk perbankan syariah. (Kasmir; 2008). Banhkan sebagian besar bank mengandalkan pendapatan utamanya perkreditan (Rivai,et al, 2007). Penyerahan hak atas dana dari kreditor (pemilik dana) kepada debitur (yang membutuhkan dana) dengan konsep perjanjian (akad) dalam produk-produk bank membayar dari debitur kepada  kreditor sesuai nisbah dan waktu yang disepakati.
       Menurut undang-undang perbankan nomor 10 Tahun 1998. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Menurut Karim. (2010), yang menjadi letak perbedaan antara pembiayaan dan kredit adalah keuntungan yang diharapkan. Bagi bank konvensional, keuntungan diperoleh melalui bunga sedangkan bagi bank syariah berupa imbalan atau bagi hasil.
Risiko yang di hadapi bank pada pembiayaan(kredit/angsuran) untuk bank dapat dilihat dari sisi-sisi negatif dan positifnya. Untuk bank, sisi negatif yang muncul dari kredit adalah disaat accunt officer (salah satu staf yang menganalisa perusahaan dan kemampuan daya saing guna kelayakan persetujuan bantuan dana dari bank) lemah dalam menganalisa calon debitur/nasabah, dimana nasabah belum layak untuk mendapatkan dana disepakati untuk didanai, sehingga debitur/nasabah tersebut melakukan wannprestasi yang mengakibatkan daya angsur menjadi lemah, yang kemudian dapat dikatakan nasabah bermasalah/ kredit bermasalah, atau risiko kredit lainya, akibat kemampuan debitur lemah dalam mengangsur disebabkan faktor bencana alam. Dalam bank syariah jika memang murni bukan kelalaian atau nasabah yang tidak berkompeten mengalami kredit beramasalah, maka pihak bank/kreditor dengan nasabah/debitur sama-sama menanggung kerugian.
          Risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan  counterparty dalam memenuhi kewajibanya (Karim. 2010). Sedangkan Kredit bermasalah (credit risk) adalah debitur yang mengalami kesusahan, kesulitan atau kelemahan atas pembayaran kewajiban-kewajiban yang menjadi beban debitur kepada kreditor. Berikut beberapa penggolongan nasabah bermasalah adalah:
1.      Itikad nasabah
Penilaian kemauan/keinginan nasabah untuk bertanggungjawab atas kewajibannya dengan cara bernegosiasi dan mengambil langkah rencana restrukturisasi perusahaan kepada bank.
2.      Prospek usaha nasabah
Perusahaan nasabah masih berpotensi menghasilkan (net cash Flow) postif, dimana daya saing masih memungkinkan berkembang.
3.      Sudah sama sekali tidak berprospek positif
     Setelah diidentifikasi dan dievaluasi bahwa sudah tidak adanya harapan lagi untuk bekerjasama maka Debitur akan diarahkan kepada penjualan agunan/ kekayaan perusahaan guna melunasi semua yang menjadi tangungjawabnya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan mengenai gambaran tentang bank dan risiko kredit (credit risk) yang ada dalam operasional bank syariah, maka akan dilakukan kajian mendalam  tentang “Manejemen Pembiayaan Bermasalah dan Penyelesaiannya Terhadap Produk Mudarabah Di Bank PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk.
B. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka permasalahan yang di teliti dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1.      Bagaimana PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) syariah, Tbk melakukan manajemen pembiayaan bermasalah terhadap produk muudarabah ?
2.      Bagaimana cara penyelesaian PT. BRI Syariah, Tbk dalam menhghadapi risiko pembiyayaan bermasalah terhadap produk mudarabah ?
3.      Apakah manjemen pembiayaan bermasalah terhadap produk mudarabah yang dilakukan PT. BRI Syariah, Tbk sudah sesuai dengan ketentuan syariah?
C. Tujuan Penelitian
1.      Mengetahui PT. BRI Syariah, Tbk telah melakukan manajemen pembiayaan bermasalah dari produk mudarabah.
2.      Mengkaji risiko kredit dan penyelesaianya PT. BRI Syariah dalam menghadapi pembiayaan bermasalah
3.      Mengkaji peran manajemen pembiayaan pada produk mudarabah yang dilakukan PT. BRI Syariah, Tbk diluar ketentuan syariah.
E. kegunaan Penelitian
       Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi acuan atau tolak ukur pada yang berkepentingan seperti:
1.      Bagi penulis sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana dengan mengetahui mekanisme manajemen pembiayaan bermasalah dan penyelesayanya terhaadap produk mudarabah di PT. BRI. Tbk syariah
2.      Bagi intitusi bank syariah menjadi acuan mekanisme mekanisme manajemen pembiayaan bermasalah dan penyelesayanya terhaadap produk mudarabah di PT. BRI. Tbk syariah
3.      Bagi para pengembang dunia pengetahuan. Penelitian ini mampu dibandingkan dengan penelitian lain,  yang bentuk masalahnya menyrupai. Sehingga kesalahan atau masukan-masukan lain dapat disempurnakan kembali



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Manajemen Pembiayaan
     1. Pengertian
                                  Pada dasarnya manajemen yang banyak didefinisikan oleh para ahli seperti Fayol, Terry, Taylor, dll, adalah berbeda. Namun pada intinya banyak para ahli mengemukakan manajemen adalah suatu ilmu dan seni yang didalamnya mengandung unsur-unsur pengarahan, pengorganisasian, perencanaan, pengkordinasian dan pengawasan seluruh sumber daya manusia yang telibat didalamya dengan adanya bantuan alat-alat sehingga dapat mencapai suatau tujuan yang diinginkan.
                                  Pembiayaan dan kredit dilihat jenisnya hampir menyerupai namun, istilah kredit biasa digunakan pada bank konvensional sedangkan pada bank syariah menggunakan istilah pembiayaan. Pembiayaan dan kredit memiliki letak kesamaan yaitu pemberian kepercayaan untuk mendanai nasabah (mudharib). Pundemikian pada Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 mengartikan kredit dan pembiayaan adalah: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagiah tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”. (Kasmir. 2008). Demikian pula (Dendawijaya. 2009) menyebutkan pengertian pebiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembangkan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.
                                  Pembiayaan dan kredit adalah salah satu yang menjadi pembeda atau pemisah antara bank konvesional dan bank syariah. Pada pola yang diterapkan konvesional adalah adanya sistem bunga dan bagi hasil & nonbagi hasil pada pola bank syariah. Pembiayaan maupun kredit adalah salah satu hal yang paling utama dalam penyaluran dana untuk nasabah. Begitupun Rivai (2007) mengatakan bahwa, bank syariah merupakan bank yang lebih menekankan pada prinsif bagi hasil yang merupakan landasan utama dalam setiap operasinya, baik dalam pengerahan dananya maupun dalam penyaluran dananya (dalam perbankan syariah, penyaluran dana biasa disebut dengan pembiayaan). Oleh karnanya, jenis-jenis penghimpun dana dan pemberian pembiayaan pada bank syariah utamanya juga menggunakan bagi hasil. Selain bagi hasil bank sysariah pun memiliki alaternatif penghimpun dan penyaluran dana dengan pemberian pembiayaan non bagi hasil.
                                  Pembiayaan dalam perbankan syariah menurut al-harran (1999) dapat dibagi tiga.
1.       Return bearing financing, yaitu bentuk pembiayaan secara komersil menguntungkan, ketika pemilik modal mau menanggung risiko kerugian dan nasabah juga memberikan keuntungan.
2.       Return free financing,yaitu bentuk pembiayaan yang tida untuk mencari keuntungan yang lebih ditunjukan kepada orang yang membutuhkan (poor), sehingga tidak ada keuntungan yang dapat diberikan.
3.       Charity financing,yaitu bentuk pembiayaan yang memang  diberikan kepada orang miskin dan membutuhkan, sehingga tidak ada klaim terhadap poko atau keuntungan. (Ascarya. 2006)
          Bank syariah tidak meminjamkan uang pada sejumlah nasabah, tetapi membiayai proyek keperluan nasabah. Dalam hal ini bank sebagai intermediasi uang tanpa meminjamkan uang dan membungakan uang tersebut, sebagai gantinya, pembiayaan usaha nasabah tersebut dapat dilakukan dengan cara membelikan barang yang dibutuhkan nasabah, lalu bank menjual kembali kepada nasabah, atau dapat pula dengan cara bank mengikutsertakan modal dalam usaha nasabah. (Rivai, 2007)
                                  sedangkan menurut Arifin (2002) kegiatan pembiayaan (financing) merupakan salah satu tugas poko bank, yaitu memberika fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit, yang menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi dalam:
-          Memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan; dan
-          Produksi dalam arti luas yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
Menurut keperluanya, pembiayaan produktif dapat dibagi dalam:
-          Pembiayaan modal kerja, yaitu diperlukan untuk memenuhi kebutuhan (1) Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yang meningkatkan kualitaas atau mutu hasil produksi; dan (2) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
-          Pembiayaan investasi , yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) beserta fasilitas-fasilitas yang erat dengan itu.
                                  Pembiayaan bagi hasil dan nonbagi hasil dalam perbankan syariah terdapat dalam dua jenis yaitu produk penyaluran dana  (financing) dan Produk penghimpun dana (funding), pada perbankan syariah pula terdapat produk jasa (service). Secara garis besar (Karim. 2010) menuliskan bahwa dalam menyalurkan dana pihak bank syariah kepada nasabah, produk  pembiayaan dibagi kedalam empat kategori yang berdasarkan penggunaanya, yaitu:
1.       Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
2.       Pembiayaan dengan prinsip sewa
3.       Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4.       Pembiayaan dengan akad pelengkap
                                  Ascarya (2006) menyimpulkan bahwa produk pembiayaan bank syariah menggunakan empat pola yang berbeda.
1.       Pola bagi hasil, untuk investement financing
-          Musyarakah
-          Mudharabah
2.       Poal jual beli, untuk trade financing
-          Murabahah
-          Salam
-          Isthisna
3.       Pola sewa, untuk trade financing
-          Ijarah
-          Ijarah muntahiyah bittamlik
4.       Pola pinjaman, untuk dan talangan
-          Qardh
          Dari sekian banyak produk pembiayaan bank syariah, tiga produk pembiayaan utama yang mendominasi portofolio pembiayaan bank syariah adalah pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi dan pembiayaan aneka barang dan proferti. Akad-akad yang digunakan dalam aplikasi pembiayaan tesebut sangat bervariasi dari pola bagi hasil (mudahrabah, musyarakah, dan musyarakah mutanaqisah), pola jual beli (murabahah, salam, istishna), ataupun pola sewa (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik). (Ascarya, 2006)
          Produk-produk bank syariah muncul karena didasari operasionalisasi fungsi bank syariah (Baraba, 2000). Dalam menjalankan operasionalnya bank sayariah memiliki empat fungsi sebagai berikut:
a.       Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsif bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank.
b.      sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana (shaibul mal) sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana.
c.       Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan
Sebagai penelola fungsi sosial (Ascarya, 2006)
2. Pola Manajemen Bank Syariah
       Sistem keuangan Islam yang bebas dari prinsp bunga diharapkan mampu menjadi alternatif terbaik dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penghapusan prinsip bunga ini memilki dampak makro cukup signifikan, karna bukan hanya prinsip investasi langsung saja yang bebas dari bunga, namun prinsip investasi tak lansung juga harus bebas dari bunga. Perbankan, sebagai lembaga keuangan utama dalam prantara keuangan (financial intermediary), namun juga sebagai industri penyedia jasa keuangan, (financial indusry) dan instrumen kebijakan yang utama. (Sudarsono, 2008). Pundemikian (Murdiyaningsih. Dkk, 2006) bahwasanya salah satu dari visi bank islam umumnya adalah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi hasil secara prinsip syariah. Memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas adalah misi utama perbankan Islam.
       manajemen yang kita kenal sekarang ini adalah manajemen Barat yang individualistis dan kapitalis. Kepentingan bersama menjadi ditangguhkan dari pada kepentingan diri sendiri, hal ini disebabkan karena mereka yang meninggalkan nilai-nilai religius yang berdasarkan hubungan tanggung jawab antara manusia dan Tuhanya, baik mengenai suruhan ma’ruf dan pencegahan yang munkar semata-mata ditujukan untuk memenuhi kebutuhanya. Semua dasar dan tujuan manajemen haruslah terintegrasi, konsisten dan saling menunjang satu sama lain dan harus pada proses perencanan yang baik.(Arifin, 2009) Allah berfiraman:
„wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada allah dan rencanakanlah masa depan mu. Dan bertaqwalah kepada allah,  sesungguhnya allah maha tahu atas apa-apa yang kalian perbuat“ (QS 59:18)
Manajemen yang dilakukan bank Islam, (Karim, 2004) antara lain:
1)      Proses transaksi pembiayaan. Pola manajemen bank Islam dalam proses ini setidaknya dapat terlihat dalam tiga aspek, yaitu terjadinya proses manajemen transaksi pembiayaan syariah, proses manajemen transaksi bagi hasil dana pihak ketiga dan proses manajemen transaksi produk.
2)      Proses manajemen. Pola manajemen bank syariah dalam proses manajemen terlihat pada sistem dan prosedur operasional akutansi dan Chart of Account (CoA), sistem prosedur operaasional teknologi informasi, sistem dan operasional tutup buku, serta sistem dan prosedur operasional pengembangan produk
3)      Sumber daya manusia (SDM). Pola keunikan bank Islam dalam SDM terlihat dalam spesifikasi kapabililtas yang tidak hanya mencakup dalam bidang perbankan secara umum, tetapi juga meliputi aspek-aspek syariah.
4)      Teknologi. Keunikan bank Islam dalam bidang teknologi telihat pada Buisnies Requeriment Specification (BRS) dana pihak ketiga.
5)      Lingkungan eksternal. Pola bank syariah dalam hal ini terlihat pada keberadaan dual regulatory body, yaitu bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional (DSN).
6)      Kerusakan. Pola yang unik yang dapat terlihat dalam hal ini misalnya terjadi kerusakan pada obyek ijarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar